Usaha simpan
pinjam merupakan salah satu usaha yang telah berakar dan
dikenal secara luas oleh anggota koperasi dan masyarakat di
Indonesia. Usaha ini adalah salah satu usaha lembaga
keuangan non bank dilakukan untuk menghimpun dana dan
menyalurkannya dari dan untuk anggota, calon anggota,
koperasi lain dan anggotanya. Pada umumnya usaha simpan
pinjam di Indonesia tumbuh karena sulit mendapatkan bantuan
permodalan melalui sistem pemberian perkreditan kredit dari
perbankan.
Perkembangan
usaha simpan pinjam tidak terlepas dari kondisi perkreditan
yang dikembangkan di Indonesia. Sejak pemerintah menerapkan
program pembangunan yang terencana, lembaga perbankan
mempunyai peranan aktif dalam pembangunan melalui penyediaan
kredit, baik kredit jangka pendek, menengah maupunjangka
panjang.
Sampai tahun 1983
Bank Indonesia sebagai bank sentral menyediakan kredit
dengan suku bunga murah,kepada perbankan atau kredit
langsung untuk membiayai program pemerintah atau perusahaan
perusahaan tertentu termasuk program koperasi yang dinilai
strategis. Dalam proses pembangunan, untuk memperluas
kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan, perbankan
juga menciptakan kredit mini, kredit midi dan kredit untuk
koperasi. Setelah itu Bank Indonesia membatasi kredit
likuiditas kepada perbankan, kecuali untuk jenis-jenis
tertentu yang dikategorikan berprioritas tinggi.
Kredit prioritas
tinggi tersebut diantaranya mencakup kredit untuk pengusaha
lemah bagi para petani .Khusus program penyediaan kredit
bagi para petani pemerintah senantiasa menyempurnakan tata
cara dan prosedur pelaksanaannya sehingga dapat lebih
efektif mencapai sasaran.
Misalnya pada
tahun 1985, pemberian kredit Bimas dihentikan dan sebagai
gantinya diciptakan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1990
dalam Paket Kebijakan Januari (Pakjan) diatur bahwa kredit
likuiditas Bank Indonesia dihapuskan, pengecualian diberikan
untuk kredit KUT dan kredit kepada koperasi, pengadaan
pangan dan stok gula oleh Bulog. Dalam perjalanannya, pada
tahun 2000 KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
Sampai tahun 2000
terdapat 20 jenis kredit yang dapat melayani masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan permodalan usaha yaitu: (1) 8 jenis
kredit program yang disediakan pemerintah meliputi: KUT,
KKUD, KKPA, KUK, Modal Bergulir, Kredit Mikro dan Kredit
Ketahanan pangan (KKP). (2) 9 jenis kredit yang tergolong
pada lembaga keuangan non bank, meliputi : KCK, KSP,
USP-KUD, KUD, PPKKP,UPPKS, P4K, PHBK dan Kredit Union dan
(3) 4 jenis kredit dari Lembaga Pembiayaan terdiri dari:
KPI, Pegadaian, BUMN dan Modal Ventura.
Hasil kerja dari
lembaga perkreditan formal khususnya perkreditan melalui
perbankan dengan berbagai jenis pinjaman seperti tersebut
diatas, belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada tahun
1997, setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia ternyata
pihak perbankan juga mengalami kemacetan pengembalian kredit
yang sangat besar. Kredit macet diawali ketika manajemen
bank mulai mengabaikan aspek kualitas pada pemberian kredit
, karena ketatnya
persaingan antar
bank. Krisis perbankan ini berakibat kepada kerapuhan dunia
usaha karena perbankan kurang berfungsi menyokong pendanaan
dunia usaha. Akibatnya perkembangan sektor riel langsung
terkena dampaknya. Solusi atas masalah ini dilakukan dengan
cara merestrukturisasi perbankan secara nasional melalui
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Penyebab belum
berhasilnya lembaga perbankan mendukung pendanaan kepada
sektor riel termasuk koperasi, adalah (1) Pendirian lembaga
perkreditan yang ada didrop dari alas dengan pola
pengelolaan dari alas tanpa melihat situasi,kondisi dimana
lembaga tersebut berdiri, (2) Jangkauan dari nasabah juga
terbatas ini terjadi karena pola kerja dari pengelola badan
kredit itu terbawa oleh pola birokrasi , (3) Pada umumnya
bank-bank pelaksana menerapkan peraturan yang ketat dan kaku
seperti yang dipersyaratkan oleh bank modern, (4) Prosedur
yang berbelit-belit, persyaratan administrasi yang
menjengkelkan, jaminan kekayaan yang harus tersedia untuk
mendapatkan kredit, (5) Lokasi lembaga perkreditan yang jauh
dari tempat penduduk, (6) pengawasan yang lemah dari
Pemerintah dalam sistem perkreditan mengakibatkan kredit
dapat dimanfaatkan oleh pihak pelaku maupun pihak luar yang
seharusnya tidak berhak mendapatkan kredit. Seperti yang
terjadi dalam perkreditan KUT, (7) Sistem perkreditan formal
yang dirancang melibatkan banyak pihak birokrasi yang dapat
memanfaatkan kredit secara ilegal, (8) Walaupun tingkat suku
bunga tinggi di pedesaan dari badan kredit non formal namun
adanya faktor-faktor pembatas yang disebut dimuka
menyebabkan masyarakat dipedesaan kurang terdorong untuk
memanfaatkan kredit formal yang disediakan Pemerintah.
Masalah-masalah
diatas merupakan masalah umum dalam sistem keuangan yang
terjadi selama ini dan menjadi faktor-faktor penghambat bagi
masyarakat khususnya sektor riel untuk mengembangkan
usahanya. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia usaha
simpan pinjam seperti Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam KUD cukup berkembang dan merupakan satu-satunya usaha
yang mampu bertahan hingga saat ini. KSP dan USP mampu
melayani anggota di sektor pertanian, perdagangan dan usaha
lainnya. Oleh sebab itu sesuai tema dalam penulisan ini
"Membangun Sistem Keuangan Koperasi" menurut penulis lebih
baik dibangun dari sistem keuangan yang sudah berjalan, dan
penyempurnaannya melihat atau mengadob koperasi-koperasi
yang sudah berhasil baik simpan pinjamnya yang dikembangkan
oleh KSP, USP-KUD dan Koperasi Kredit lainnya.
Tulisan ini
bertujuan untuk memberikan masukan atau pencerahan terhadap
pengambil kebijakan dalam rangka membangun sistem keuangan
koperasi dan tulisan ini dibuat dengan studi literatur dari
berbagai sumber: hasil penelitian (disertasi,tesis) makalah
dan seminar.Selain studi Literatur diadakan juga kunjungan
dan wawancara langsung dengan beberapa Koperasi yang
menangani usaha simpan pinjam.
Membangun sistem
keuangan koperasi bertujuan untuk menyempumakan sistem
keuangan yang sudah ada dan telah dilaksanakan koperasi.
Sistem keuangan koperasi merupakan salah satu subsistem
dalam pembangunan koperasi secara umum. Agar koperasi mampu
sebagai sokoguru dalam perekonomian nasional dan mendorong
koperasi sejajar dengan badan usaha lain. Beberapa masalah
umum yang menjadi kendala dalam pembangunan koperasi
seperti: lemahnya kemampuan sumber daya manusia, kurangnya
akses terhadap pasar, rendahnya kemampuan memanfaatkan
teknologi dan rendahnya kemampuan akses terhadap permodalan
perlu disempurnakan dan dibangun melalui pengalaman dan
melihat keberhasilan koperasi-koperasi yang berhasil
menjalankan usahanya khususnya koperasi yang terlibat dalam
usaha yang berkaitan dengan keuangan atau modal.
Menurut beberapa
penelitian, Koperasi yang berhasil menjalankan usaha
berkaitan dengan keuangan dan modal, adalah Koperasi Kredit.
Pembangunan koperasi ini dimulai dari proses penelitian dan
pendidikan. Kunci keberhasilan dari pembangunan koperasi
ini, terletak pada sistem pendidikan yang terorganisir dan
konsisten. Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat
hidup dan mengerti nilai-nilai koperasi sebagai acuan
berkoperasi dalam menjalankan usaha simpan pinjam. Anggota
dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang
dirasakan dalam suatu lingkup kerja (Ocupational common
bond), tempat tinggal (teritorial common bond)
dan lingkungan perkumpulan (asociatid common bond).
Intinya, koperasi kredit dibangun dalam kebersamaan,
setiakawan, solidaritas dan demokratis. Semua yang terlibat
dalam koperasi (pengurus,manajer,karyawan dan anggota)
diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan
secara bersama. Koperasi Kredit pertama didirikan pada tahun
1971. Koperasi ini berkembang pesat, menurut data Tahun
2001, koperasi kredit berjumlah 1.071 unit dan jumlah
anggota sebanyak 295.924 orang (Riana P,1991, Meneth
Ginting, 2001 dan Sumidjoyokartono,2002). Dengan demikian
dalam pembangunan koperasi kredit masalah klasik seperti
permodalan yang sering diungkap sebagai salah satu kendala
dalam pembangunan atau pemupukan modal bukan menjadi
kendala. Karena modal bukan satu-satunya unsur yang penting
, masih ada yang lain, berkaitan erat dan saling mendukung
dalam sistem pembangunan koperasi, yaitu sumber daya
manusia, manajemen dan faktor pendukung dari keberpihakan
pemerintah untuk menciptakan faktor kondusif seperti
kebijakan. Oleh sebab itu sistem keuangan yang akan dibangun
tidak bisa dilepaskan dari pembangunan peningkatan kemampuan
sumber daya manusia, memperbaiki manajemen koperasi untuk
mengelola keuangan dalam koperasi dan perlu keberpihakan
pemerintah bagi koperasi dalam dukungan kebijakan yang
menciptakan iklim kondusif agar koperasi mampu melaksanakan
atau menjalankan sistem keuangan tersebut.
Mengapa usaha
simpan pinjam menjadi salah satu strategi yang dipilih untuk
membangun sistem keuangan koperasi. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa: (1) Koperasi yang tumbuh di Indonesia
dimulai dari usaha simpan pinjam. Hal ini telah dikenal
sejak jaman Belanda pada tahun 1895 ketika R. Aria
Wiriaatmaja mendirikan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan
untuk memberikan fasilitas kredit kepada kelompok masyarakat
menengah, kemudian diperluas kepada petani agar mereka tidak
terjepit pada lilitan hutang pada lintah darat, (2) KSP dan
USP merupakan usaha yang cukup dikenal dan telah berakar di
kalangan anggota (3) Usaha simpan pinjam sangat bermanfaat
bagi anggota baik anggota sebagai petani, nelayan,
pengrajin, petani perkebunan dan masyarakat yang bergerak
pada sektor jasa, (4) Ketika krisis ekonomi melanda
Indonesia yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda
pemulihan, usaha simpan pinjam yang ditangani koperasi dan
KUD cukup berkembang dan mampu melayani anggota disektor
pertanian, perdagangan dan usaha lainnya. (5) Jumlah
koperasi, USP-KUD dan USP KOPTA pada tahun 2000 berkembang
cukup banyak mencapai 37.224 unit. Jumlah ini menunjukkan
trend yang meningkat setiap tahun. Demikian juga jumlah
koperasi kredit (6) Jumlah nasabah mencapai 10.957.039 orang
berdomisili pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan di Pedesaan
(7) Untuk membantu pengusaha kecil di sentra produksi,
Pemerintah memberikan Modal Awal Padanan (MAP) kepada
berhasilan usaha simpan pinjam koperasi simpan pinjam untuk
membantu pengusaha kecil dalam rangka memperkuat komoditi
ekspor, (8) Koperasi kredit (KOPDIT) yang dikembangkan
dibeberapa daerah cukup berkembang dan mampu melayani
anggota baik sebagai pengusaha, rumah tangga dalam membantu
pendidikan anak, (9) Koperasi Simpan Pinjam Jasa Pekalongan
cukup berkembang dan dikenal secara luas di Indonesia dan
(10) Koperasi Simpan Pinjam "Kodanua" telah berkembang cepat
dan telah mempunyai kantor cabang pelayanan sebanyak 12
unit. Usaha simpan pinjam tersebut telah melayani anggota
dan calon anggota koperasi dengan sistem keuangan yang
dibentuk dan dibina oleh masing-masing jenis Koperasi dan
Unit simpan pinjam KUD maupun Koperasi Pertanian.
Dari penjelasan
diatas, usaha simpan pinjam yang benar -benar berhasil
diharapkan kelangsungan keberadaannya.
Kelangsungan
keberadaan usaha simpan pinjam harus didasarkan prinsip
efisensi dan efektivitas. Prinsip efisiensi dan efektivitas
dapat terwujud jika para pengelola dalam hal ini pengurus,
manajer betul-betul mengarahkan usaha simpan pinjam untuk
kepentingan anggota. Keberhasilan usaha simpan pinjam bukan
hanya tergantung kepada besarnya modal yang diusahakan
melainkan pelaksanaannya lebih mendekati adanya saling
percaya antar anggota dengan para pengurus dan saling
percaya antar anggota. Artinya, didalam usaha simpan pinjam
anggota saling memberi dan menerima untuk kepentingan
bersama.
Semakin besar
jumlah simpanan anggota semakin besar pula dana pinjaman
yang dapat dipinjam atau dipergunakan oleh anggota untuk
memenuhi kebutuhan usaha dan keperluannya.
Oleh sebab itu,
karena usaha ini sangat penting bagi anggota dan kegiatan
ini memberikan kontribusi atau sumbangan yang berarti bagi
anggota maka diperlukan pengelolaan simpan pinjam yang
dinamis bersih dan dipercaya. Kepercayaan mendorong
partisipasi anggota menabung, meminjam dan meningkatkan
usaha kedua belah pihak baik koperasi sebagai usaha simpan
pinjam dan anggota sebagai peminjam. Usaha Simpan Pinjam
yang berkembang akan meningkatkan Sisa Hasil Usaha
(SHU).Jika SHU meningkat terjadi perkembangan modal yang
dapat dimanfaatkan anggota kembali.
PERKEMBANGAN
USAHA SIMPAN PINJAM
Kegiatan usaha
simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menghimpun dan menyalurkan dana melalui kegiatan usaha
simpan dari dan untuk anggota koperasi, calon anggota,
koperasi lain dan atau anggotanya (PP No 9 Tahun 1995).
Perkembangan usaha simpan pinjam yang berhasil
diidentifikasi adalah :
1.
Koperasi Simpan Pinjam, USP-KUD dan USP Kopta
Menurut data dari
Asdep Urusan Pengembangan dan Pengendalian KSP/USP Kantor
Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah,
perkembangan usaha simpan pinjam secara nasional pada tahun
1999 sarnpai tahun 2000 adalah: (1) Jumlah koperasi
meningkat 2,3 persen dari 36.390 unit menjadi 37.224 unit.
Jumlah usaha simpan pinjam pada tahun 2000 terdiri dari: (a)
KSP sebanyak 1.186 unit jumlah ini hanya 3,2 persen dari
jumlah KSP dan USP yang melaksanakan simpan pinjam (b)
USP-KUD sebanyak 5.206 unit, atau 14 persen dari jumlah
pelaksana simpan pinjam dan (c) Jumlah USP-Kopta lebih besar
dari KSP dan KUD-SP Kopta sebanyak 37.224 unit atau 66
persen. Artinya, bahwa usaha simpan pinjam yang terdapat di
daerah pertanian lebih banyak dari usaha simpan pinjam di
perkotaan.
(2) Jumlah
nasabah usaha simpan pinjam menurun 0.2 persen yakni dari
10.978.195 orang menjadi 10.957.039 orang. Penurunan jumlah
nasabah ini terjadi pada kelompok KSP sebesar 23 persen
sedangkan jumlah nasabah kelompok SP- KUD meningkat 0,33
persen dan jumlah nasabah kelompok SP-Kopta meningkat 1,77
persen dari tahun sebelumnya. Alasan penurunan jumlah
nasabah KSP karena nasabah melunasi peminjam pada tahun
tersebut sedangkan kenaikan jumlah nasabah di desa dan
daerah pertanian terjadi karena anggota di wilayah pertanian
membutuhkan modal untuk menanam, membayar upah kerja tanam
dan panen.
(3) Jumlah modal
tetap atau modal sendiri meningkat 24,6 persen pada dua
tahun evaluasi seperti tersebut diatas Jika dikaitkan dengan
data diatas dapat dikatakan bahwa jumlah nasabah menurun
tetapi jumlah modal meningkat. Artinya terjadi pertentangan
antara penurunan jumlah nasabah pada kelompok SP dengan
peningkatan modal yang cukup nyata Hal ini dimungkinkan
karena kualitas simpanan anggota semakin tinggi. Pada
kelompok USP-KUD dan kelompok USP-Kopta antara jumlah modal
tetap dengan jumlah anggota berkembang normal dan
kelihatannya ada kaitan kenaikan jumlah anggota dengan
peningkatan jumlah modal tetap, yaitu kenaikan modal USP KUD
sebesar 27 persen dan kenaikan modal tetap USP-Kopta sebesar
24 persen. Peningkatan modal tetap USP-KUD dan USP Kopta ini
juga cukup nyata persentasinya lebih tinggi dibanding dengan
kenaikan jumlah anggota. Artinya, pada kedua kelompok USP
ini terjadi peningkatan kualitas simpanan anggota dari
simpanan wajib maupun simpanan sukarela.
Modal pinjaman
meningkat 0.64 persen dari tahun sebelummya, kenaikan modal
pinjaman ini terjadi pada USP-KUD dan USP-Kopta. Peningkatan
modal pinjaman USP-KUD sebesar 5 persen dan peningkatan
modal pinjaman USP-Kopta sebesar 8 persen. Perbandingan
modal sendiri dengan modal pinjaman adalah 2 berbanding 1.
Artinya, struktur permodalan KSP, USP-KUD dan Kopta secara
nasional cukup kuat. Jika dilihat struktur permodalan KSP
dua tahun berturut-turut ternyata modal pinjaman lebih besar
dari modal sendiri.
(4) Jumlah
tabungan yang diterima dari anggota meningkat 19,6 persen,
Jumlah tabungan tertinggi oleh USP Kopta sebesar 21.8
persen. Keadaan ini seiring dengan peningkatan jumlah
anggota pada USP-Kopta.
Realisasi
pinjaman meningkat 13,25 persen, peningkatan pemberian
pinjaman ini terjadi pada USP-Kopta. Data ini menunjukkan
bahwa usaha simpan pinjam memang sangat di butuhkan di
pedesaan.
(5) Sisa Hasil
Usaha (SHU) meningkat 68 persen. Peningkatan SHU tertinggi
terjadi pada USP 72,8 persen sedangkan peningakatn SHU
SP-KUD sebesar 12 persen sedangkan SHU KSP hanya 2 persen.
Peningkatan SHU terjadi karena frekwensi pinjaman cukup
tinggi, jumlah peminjam meningkat dan biaya operasional
dapat diperkecil. Sebaliknya kemungkinan yang terjadi pada
KSP adalah jumlah peminjam tetap dan frekwensi pinjaman
rendah karena jumlah pinjaman lebih besar.
(6) Total aset
meningkat 4,31 persen, peningkatan total aset juga terjadi
pada SP-Kopta sebesar 6 persen dan peningkatan total aset
KSP sarna dengan peningkatan total aset SP KUD yaitu sebesar
4 persen. Dari tiga usaha simpan pinjam tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa perkembangan SP-Kopta lebih tinggi
dibanding dengan perkembangan SP-KUD dan KSP.
Masalah umum
dalam pengembangan usaha simpan pinjam antara lain: (1)
Koperasi Simpan Pinjam dan SP-KUD serta SP Kopta
melaksanakan usaha secara sendiri-sendiri. Dalam koperasi
dan USP simpan pinjam belum terbangun adanya rasa
kebersamaan dan solidaritas untuk membangun diri koperasi
secara bersama mencapai tujuan (2) sistem pendidikan pada
koperasi umumnya dan khususnya usaha simpan pinjam belum
dibangun sebagai subsistem sebagai wahana pembelajaran
nilai-nilai koperasi dalam mencapai tujuan, (3) belum ada
integrasi usaha antar SP Koperasi, antar SP-KUD dan antar
SP-Kopta dan integrasi ketiganya. Akibatnya antar koperasi
dan antar KUD bersaing mencari nasabah. Pengintegrasian
tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi persaingan Hal
ini merupakan kelemahan utama dalam pembangunan koperasi
selama ini. Koperasi sebagai suatu organisasi yang berwatak
sosial sebaiknya dapat diarahkan untuk membangun persatuan
untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan sesuai
dengan tujuan koperasi. (4) Dalam koperasi dan Unit
Koperasi, anggota dianggap sebagai nasabah bukan sebagai
anggota yang berkumpul untuk berjuang bersama membela
kepentingan bersama dan (5) belum semua KSP dan USP-KUD
mampu menerapkan nilai-nilai koperasi secara benar. Misalnya
SP Koperasi yang berkembang pesat melayani masyarakat dengan
syarat memberikan jaminan yang besar sebagai agunan
mendapatkan pinjaman.
Dari segi
keamanan ini benar namun sebagai koperasi hal ini
melaksanakan praktek bank.
Profil koperasi
simpan pinjam yang saat ini cukup pesat perkembangannya
adalah :
(a) Koperasi
Simpan Pinjam "Kodanua"
Koperasi Simpan
Pinjam Kodanua berbadan hukum pada tahun 1977 kantor pusat
terletak di Jln Prof Dr Latumeten I No 41 Jelambar, jumlah
anggota 1.438 orang, calon anggota 8.449 orang, pinjaman
yang dilayani 9.764 orang, jumlah karyawan 255 orang, jumlah
satpam 14 orang.jumlah kantor cabang 12 kantor berdomisili
di Jakarta, Bogor, Tangerang, Serang,Karawang dan Cikampek.
Perkembangan
usaha Simpan Pinjam ini adalah sebagai berikut: (1) Nilai
aset Rp 24,837 milyar, (2) Nilai aktiva Rp 5,4 milyar, (3)
Modal sendiri Rp 6.491 milyar dan (4) omset Rp 52,009
milyar, (5) Permodalan bersumber dari : (a) Simpanan pokok
anggota Rp 200 per anggota, (b) Jumlah simpanan pokok Rp
269.155.000, (c) Jumlah simpanan wajib Rp 30 000 berbulan
sampai saat kunjungan berjumlah Rp 1,245 milyar, (d) Dana
cadangan Rp 6,022 milyar, (e) Jasa yang ditangguhkan Rp
2,719 miliar, (f) Jumlah SHU kotor Rp 784.331.600, (g)
Jumlah tabungan Rp 8,035 milliar, (h) Jumlah pendapatan
usaha Rp 4,5 miliar dan jumlah piutang Rp17,396 miliar.
(b) Koperasi
Simpan Pinjam Jasa Pekalongan
Koperasi Simpan
Pinjam Jasa Pekalongan didirikan pada tahun 1973, sampai
tahun 2002 jumlah anggota mencapai 3.690 orang, jumlah
karyawan 576 orang,jumlah pimpinan cabang 22 orang sedangkan
jumlah aset sebesar Rp 409,462 milyar,jumlah simpanan Rp
365.430 milyar dan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp 1.193
milyar dan jumlah kantor cabang 42 buah terletak dibeberapa
Propinsi.
2.
Koperasi Kredit Pancur Kasih
Koperasi Kredit
Pancur Kasih di Kecamatan Pontianak Utara Kotamadya
Pontianak Propinsi Kalimantan Barat adalah salah satu
Koperasi primer dari Gerakan Koperasi Kredit Indonesia
(GKKI). Perkembangan Koperasi Kredit di Indonesia cukup
pesat. Menurut Sumisjokartono (2002) peneliti dari
Universitas Airlangga (seri tesis) koperasi kredit ini cukup
disiplin menerapan aturan dan mengaplikasikan nilai-nilai
koperasi dalam pelaksanaannya. Tujuan Koperasi kredit adalah
(1) Membimbing dan mengembangkan sikap menghemat diantara
para anggotanya, (2) Memberikan pinjaman layak, cepat dan
terarah dan (3) Mendidik anggota dalam hal menggunakan uarig
secara bijaksana.
Untuk mencapai
tujuan, Koperasi kredit melaksanakan (1) Pendidikan,
(2)Membangun dan memelihara setiakawan diantara anggota dan
(3) Mengarahkan anggota untuk mandiri. Pendidikan secara
umum diarahkan untuk meningkatkan harkat hidup anggota.
Sedangkan tujuan pendidikan khusus anggota adalah agar (a)
Anggota dapat mengerti peran serta, hak dan kewajiban
sebagai anggota koperasi kredit, (b) Agar anggota lebih
rasional dan bijaksana dalam mengatur keuangan rumah tangga
dan usahanya dan (c) Anggota mengetahui dan memahami laporan
keuangan dan perkembangan Koperasi Kredit.
Dalam
melaksanakan tujuan khusus ini, Koperasi kredit dimulai
dengan. pendidikan, dikembangkan dengan pendidikan serta
dikontrol oleh pendidikan. Membina dan memelihara
solidaritas adalah prioritas utama, karena setiap anggota
koperasi kredit harus selalu ingat akan kewajiban antara
lain menyimpan dengan teratur sehingga anggota lain mendapat
kesempatan untuk memperoleh pinjaman.Singkatnya yang
menjadikan koperasi ini unik adalah struktur yang demokratis
dan prinsip penyelenggaraannya .Struktur dan prinsip
koperasi kredit ini konsisten dengan hubungan kerja antara
individu dan kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Perkembangan Koperasi Kredit Pancur Kasih pada tahun 2000-
2001 adalah sebagai berikut (1) Jumlah anggota meningkat
12,8 persen, (2) Simpanan pokok meningkat 115 persen, (3)
Simpanan wajib meningkat 58,76 persen, (4) Pinjaman beredar
meningkat dari Rp 5.1 milyar menjadi Rp 7.7 milyar atau
45,37 persen, (6) Sisa Hasil Usaha meningkat 47,94 persen
dan (7) Aset atau kekayaan meningkat dari Rp 7,772 milyar
menjadi Rp 11,86 milyar atau 52,62 persen.
Koperasi Kredit
ini cukup nyata perannya untuk membantu masyarakat didaerah
"Dayak", kata dayak dimaksudkan bukan hanya orang dari
kalangan etnis Dayak (etnis) melainkan sebutan simbolis bagi
kaum kecil, lemah, miskin dan tertindas yang ingin
membebaskan diri secara bersama. Pelaksanaan koperasi kredit
dilaksanakan dengan 3 prinsip yaitu : (1) Tabungan hanya
diperoleh dari anggota, (2) Pinjaman hanya diberikan kepada
anggotanya saja dan (3) Jaminan terbaik bagi peminjam adalah
watak si peminjam.
Dari perkembangan
koperasi tersebut dapat diperkirakan bahwa orang "Dayak"
akan mampu keluar dari kemiskinan melalui koperasi kredit.
Sistem Keuangan
Koperasi
Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Koperasi Kredit Pancur
Kasih berhasil secara nyata meningkatkan jumlah anggota,
meningkatkan simpanan, penyaluran kredit, Sisa Hasil usaha
dan Aset. Keberhasilan itu dicapai dengan penerapan
nilai-nilai koperasi. Dalam pelaksanaan didasari oleh saling
percaya, kebersamaan untuk mencapai tujuan. Semua kegiatan
simpan pinjam dimulai, dilaksanakan dan dikontrol melalui
proses pendidikan yang terencana dan sistematis. Nilai-nilai
itulah yang perlu diadopsi dalam menjalankan usaha simpan
pinjam atau unit simpan pinjam.