PENDAHULUAN
Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok
manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui
adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.Didalam negara/organisasi adanya warga negara/anggota organisasi yang memiliki hak dan kewajiban atas menjadi warga negara tersebut. Dan hak dan kewajiban tersebut harus diberi kekuatan hukum yakni dengan memasukan peraturan-peraturan itu ke dalam undang-undang dasar negara.
Hak dan kewajiban harus adil antar warga negara, Dengan hak dan kewajiban yang sama dalam hal ini, rakyat Indonesia harus memiliki kesadaran yang tinggi dan dituntut agar memiliki peran aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2 ISI
1. UUD 1945 Pasal 28E, ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
2. UUD pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22 ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 22 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
4. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18.
(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran.
(2) Tdk sorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasan nya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
5. UU No. 1/PNPS/1965, jo. UU No. 5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama, pada penjelasan Pasal 1 berbunyi, „Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan Agama-agama di Indonesia. Karena 6 macam Agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD juga mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini. Namun perlu dicatat bahwa penyebutan ke-6 agama tersebut tidaklah bersifat pembatasan yang membawa implikasi pembedaan status hukum tentang agama yang diakui dan tidak diakui melainkan bersifat konstatasi tentang agama-agama yang banyak dianut di Indonesia. Hal ini diperjelas oleh penjelasan UU itu sendiri yang menyatakan bahwa, „Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain seperti Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan pasal 29 ayat (2) dan mereka dibiarkan adanya....“. Perkataan “seperti“ dalam penjelasan ini perlu digarisbawahi sebab perkataan ini menunjukkan bahwa agama-agama yang disebutkan hanyalah sekedar contoh tentang agama-agama di luar ke-6 agama yang disebutkan dalam UU/ PNPS/ No. 1 Tahun 1965.
IV. KEWENANGAN PEMERINTAH DI DALAM MENGATUR KEBEBASAN UNTUK MENJALANKAN AGAMA ATAU KEPERCAYAAN
Berdasarkan apa yang tersurat dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 70 dan tersurat dalam Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18 ayat (3) yang telah diratifikasi DPR RI, maka Pemerintah dapat mengatur/ membatasi kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan melalui Undang-Undang.
Beberapa contoh diberikan di bawah ini elemen-elemen apa yang dapat dimuat di dalam pengaturan tersebut.
1. Restriction For The Protection of Public Safety (Pembatasan untuk Melindungi Keselamatan Masyarakat)
Pembatasan kebebasan memanifestasikan agama di publik dapat dilakukan pemerintah seperti pada prosesi keagamaan, upacara kematian dalam rangka melindungi kebebasan individu.
2. Restriction For The Protection of Public Order (Pembatasan untuk Melindungi Ketertiban Masyarakat)
Pembatasan kebebasan memanifestasikan agama dengan maksud menjaga ketertiban umum/masyarkat, antara lain keharusan mendaftar badan hukum organisasi keagamaan masyarakat, mendapatkan ijin untuk melakukan rapat umum, mendirikan tempat ibadat yang diperuntukan umum. Pembatasan kebebasan menjalankan agama bagi nara pidana.
3. Restriction For The Protection of Public Health (Pembatasan untuk Melindungi Kesehatan Masyarakat)
Pembatasan yang diijinkan berkaitan dengan kesehatan publik dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pemerintah melakukan intervensi guna mencegah epidemi atau penyakit lainnya. Pemerintah diwajibkan melakukan vaksinasi, Pemerintah dapat mewajibkan petani yang bekerja secara harian untuk menjadi anggota askes guna mencegah penularan penyakit tbc. Bagaimana pemerintah harus bersikap seandainya ada ajaran agama tertentu yang melarang diadakan transfusi darah, melarang penggunaan helm pelindung kepala?
4. Restriction For The Protection of Morals (Pembatasan untuk Melindungi Moral Masyarakat)
Pembatasan dapat dilakukan pemerintah, bahkan untuk binatang tertentu yang dilindungi oleh Undang-Undang untuk tidak disembelih guna kelengkapan ritual aliran agama tertentu.
5. Restriction For The Protection of The (Fundamental) Rights and Freedom of Others (Pembatasan untuk Melindungi Kebebasan Mendasar dan Kebebasan orang lain).
5.1. Proselytism (Penyebaran Agama)
Dengan adanya hukuman terhadap tindakan Proselytism, pemerintah mencampuri kebebasan seseorang di dalam memanifestasikan agama mereka melalui aktivitas-aktivitas misionaris di dalam rangka melindungi agar kebebasan beragama orang lain untuk tidak dikonversikan.
5.2. Pemerintah berkewajiban membatasi manifestasi dari agama atau kepercayaan yang membahayakan hak-hak fundamental dari orang lain, khususnya hak untuk hidup, kebebasan, integritas phisik dari kekerasan, pribadi, perkawinan, kepemilikan, kesehatan, pendidikan, persamaan, melarang perbudakan, kkejaman n juga hak2 kaum minoritas.
3 PENUTUP
Pendirian rumah ibadat adalah bagian yang tak terpisahkan dr kegiatan mlaksanakn agama/ kepercayaan, oleh krn itu pmerintah dpt mengaturnya. Saat ini (tepatnya sejak tgl. 21 Maret 2006) pmerintah (cq. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) tlh mngeluarkn Peraturan Bersama No. 9 Tahun 2006/ No. 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Plaksnaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Krukunan Umat Bragama, Pberdayaan Forum Krukunan Umat Bragama, n Pendirian Rumah Ibadat. Terdapat permasalahan hukum, krna Praturan Bersama Menteri kedudukannya di bawah Undang2. Tindakn yg diambil pmerintah di atas tdk sesuai dengan perintah yang ada dlm UU No. 39 tahun 1999, maupun Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang mensyaratkan bhw pembatasan kekebasan untuk menjalankan agama atau kpcyaan hanya dapat diatur/dibatasi melalui prundang2. Oleh krn itu smestinya klau bangsa Indonesia mmandang mdesak kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan, salah satunya pbangunan rumah ibadat, maka mesti diatur, pmrnth dan DPR harus sgra pula mbuat Undang2 nya.