Selasa, 11 Oktober 2016

IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS PADA USAHA FRANCHISE FRUITZEE ES POTONG SINGAPORE TAMINI SQUARE

Abstrak
Bisnis franchise merupakan salah satu alternatif untuk memulai usaha dengan cepat. Dalam pelaksanaannya, bisnis dalam bentuk apapun tidak boleh mengabaikan Etika Bisnis. Pada penelitian kali ini, etika bisnis yang baik akan diujikan pada hubungan antara franchisor dan franchisee selaku pihak internal stakeholders. Dimensi yang digunakan untuk menguji implementasi etika bisnis yang baik pada usaha franchise ini adalah Kejujuran (Honesty), Ketetapan (Reliability), Loyalitas dan Disiplin dengan 5 kriteria pada masing-masing dimensi dan 5 item pertanyaan di masing-masing kriteria. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan analisis deskriptif, sedangkan jenis data menurut sumbernya adalah data primer yang diperoleh secara langsung dengan teknik wawancara. Hasil yang didapat dari penelitian adalah bisnis franchise ini adalah bisnis franchise ini sepenuhnya menjalankan etika bisnis yang baik di dalam hubungannya antar pihak internal stakeholders yaitu pihak franchisor dan franchisee dengan perolehan jawaban positif untuk 100 pertanyaan yang diajukan. 
Kata kunci : Etika Bisnis, Etika yang Baik, Franchise, Franchisor, Franchisee 

PENDAHULUAN

 Bisnis adalah pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Skinner 1992). Dunia usaha berisi dengan peluang, persaingan, tantangan, dan identik dengan ketidakpastian sehingga masih banyak pihak yang belum berani untuk mencoba sepenuhnya terjun ke dalam dunia bisnis. Walaupun begitu, bisnis sebenarnya merupakan hal yang penting untuk dipelajari. Setidaknya ada 5 alasan yang mendasari pentingnya belajar tentang bisnis yaitu :
1) Adanya ketergantungan baik secara individual maupun sebagai suatu Negara.
2) Adanya peluang internasional. Meningkatnya globalisasi dalam dunia bisnis telah membuka peluang bisnis.
3) Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan standar hidup.
4) Adanya perubahan. Bisnis bersifat dinamis, selalu berubah.
5) Mencegah kesalahpahaman.
( Pandji, 2007)

Sudah disinggung bahwa bisnis merupakan dunia yang bersifat dinamis mengikuti, sehingga bisnis merupakan mengalami perkembangan baik dari inovasi produk barang dan jasa, dari segi bentuk usaha (berbentuk usaha skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi) dan juga dari segi pemasarannya (Pemasaran online atau offline). Salah satu bentuk usaha kecil yang dianggap menjadi alternatif untuk memulai usaha dengan cepat adalah Franchising (waralaba). Franchising (waralaba) adalah suatu sistem bagi distribusi selektif bagi barang dan/atau jasa di bawah suatu nama merek melalui tempat penjualan yang dimiliki oleh pengusaha independen yang disebut franchisee, walaupun pemberi franchise (franchisor) memasok franchisee dengan pengetahuan atau identifikasi merek secara terus menerus, franchisee menikmati hak atas profit yang diperoleh dan menanggung risiko kerugian. Franchisor mengendalikan distribusi barang dan /atau jasa melalui suatu kontak dengan mengatur aktivitas franchisee, dalam hubungannya pencapaian standarisasi. Dari pengertian diatas, ada elemen penting dalam bisnis waralaba yaitu :
1) Ada suatu perjanjian kontrak antara franchisee (perseorangan) dengan franchisor (perusahaan).
2) Ada suatu barang atau jasa bermerek.
3) Operasi usaha yang dilakukan oleh pengusaha untuk tujuan mendapatkan profit.
4) Pengawasan dilakukan oleh franchisor agar prosedur standar dan standardisasi produk barang dan jasa digunakan.

Dari elemen penting dalam bisnis warabala diatas dapat diketahui bahwa hubungan bisnis waralaba dapat terjadi jika ada suatu perjanjian kontrak antara kedua belah pihak yang didasari oleh kepercayaan. Kepercayaan kerja dapat timbul jika kita mempunyai etika dan moral dalam melakukan bisnis. Etika bisnis selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan (stakeholders loyality), juga sangat menentukan maju atau mundurnya perusahaan. Ada dua jenis stakeholders yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu internal stakeholders (investor, karyawan, manajemen dan pimpinan perusahaan) dan external stakeholders (pelanggan, asosiasi pedagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum). 

Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana bentuk etika bisnis yang dijalankan pada usaha franchise Fruitzee Es Potong Singapore di Tamini Square terhadap internal stakeholders perusahaan? Studi ini akan menitik beratkan pada bentuk etika bisnis antara pihak franchisee dan franchisor.

Kerangka Pemikiran

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwuhuRYs_1eDP7ZI6kxcT8_1I1XTkP0J5w-31H7gMhuuFS3sGowaqIF6FlgOAcOl1vpvoUlS_0XQQQF6ifUn6qUCTSYdRwVnqI-ejX6EKwO4Doqi1BYzAtYIKUrdQ51LF8a1BAcwJyYDk9/s1600/ETIKA.png




LANDASAN TEORI

Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos (tunggal) yang berarti adat, kebiasaan, watak, akhlak, sikap, perasaan dan cara berpikir (Mahmoedin , 1996 : 24).

Etika bisnis adalah suatu istilah yang sering dipergunakan untuk menunjukkan perilaku etika dari seorang manajer atau karyawan suatu organisasi (Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin, 2000).

Etika Bisnis adalah Etika (Ethics) yang menyangkut tata pergaulan di dalam kegiatan-kegiatan bisnis. Etika adalah ilmu atau pengetahuan tentang Apa yang Baik dan Apa yang Tidak Baik untuk dijunjung tinggi atau untuk diperbuat (Ethics is the Science of Good and Bad). 

Menurut Etika, yang baik itu adalah terutama :
1. Kejujuran (Honesty) : mengatakan dan berbuat yang benar, menjunjung tinggi kebenaran
2. Ketetapan (Reliability) : janjinya selalu tepat : tepat menurut isi janji (ikrar), waktu, tempat dan syarat.
3. Loyalitas : setia kepada janjinya sendiri, setia kepada siapa saja yang dijanjikan kesetiaannya, setia kepada organisasinya, berikut pimpinannya, rekan-rekan, bawahan, relasi, klien, anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
4. Disiplin : tanpa disuruh atau dipaksa oleh siapapun taat kepada sistem, peraturan, prosedur dan teknologi yang telah ditetapkan.
(Pandji, 2007)

Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
Ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu :
1) Kejujuran (Honesty), yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur sungguh-sungguh, blak-blakan, terus terang ; tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan dan tidak berbohong.
2) Integritas (Integrity), yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani, dan penuh pendirian/ keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya.
3) Memelihara Janji (promise keeping), yaitu selalu mentaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, jangan menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal dan legalistik dengan dalih ketidakrelaan.
4) Kesetiaan (Fidelity), yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan dan Negara.
5) Kewajaran / Keadilan (Fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan ; dan memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
6) Suka Membantu Orang Lain (Caring for Others), yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
7) Hormat Kepada Orang Lain (Respect for Others), yaitu menghormati martabat manusia, menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan diri seseorang, jangan mempemalukan seseorang dan jangan merendahkan martabat orang lain.
8) Kewarganegaraan yang Bertanggung Jawab (Responsibility Citizenship), yaitu selalu mentaati hukum atau aturan, penuh kesadaran, sosial, menghormati proses demokrasi dalam pengambilan keputusan.
9) Mengejar Keunggulan (Pursuit of Excellence), yaitu mengejar keunggulan dalam hal, baik dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin, getol, penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan yang terbaik berdasarkan kemampuan, mengembangkan dan mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10) Dapat Dipertanggungjawabkan (Accountability), yaitu memiliki tanggungjawab, menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya dan selalu memberi contoh.

Cara - cara Mempertahankan Standar Etika
1) Ciptakan Kepercayaan Perusahaan. Kepercayaan perusahaan dalam menetapkan nilai-nilai perusahaan yang berdasar tanggung jawab etika bagi stakeholders.
2) Kembangkan Kode Etik. Kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dan karyawan.
Topik-topik yang khas yang ada pada suatu kode etik biasanya memuat tentang :
a. Ketulusan hati secara fundamental dan ketaatan pada hukum.
b. Kualitas dan keamanan tempat kerja.
c. Kesehatan dan keamanan tempat kerja.
d. Konflik kepentingan (conflict interest).
e. Praktik dan latihan karyawan.
f. Praktik pemasaran dan penjualan.
g. Keamanan dan kebebasan.
h. Kegiatan berpolitik.
i. Pelaporan finansial.
j. Hubungan dengan pemasok (supplier).
k. Penentuan harga, pengajuan rekening dan kontrak.
l. Jaminan dagang (insider information).
m. Pembayaran untuk mendapatkan usaha.
n. Perlindungan lingkungan.
o. Informasi pemilikan.
p. Keamanan kemasan.
3) Jalankan Kode Etik Secara Adil dan Konsisten. Manajer harus mengambil tindakan apabila mereka melanggar etika. Bila karyawan mengetahui bahwa yang melanggar etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa-apa.
4) Lindungi Hak Perorangan. Akhir dari semua keputusan setiap etika sangat bergantung pada individu. Untuk membuat keputusan-keputusan etika, seseorang harus memiliki :
a. Komitmen Etika, yaitu tekad seseorang untuk bertindak secara etis dan melakukan sesuatu yang benar.
b. Kesadaran Etika, yaitu kemampuan untuk merasakan implikasi etika dari suatu situasi.
c. Kemampuan Kompetensi, yaitu kemampuan untuk menggunakan suatu pikiran moral dan mengembangkan strategi pemecahan masalah secara praktis.
5) Adakan Pelatihan Etika. Balai keja (workshop) merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan.
6) Lakukan Audit Etika Secara Periodik. Audit merupakan cara yang terbaik untuk mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan memberikan suatu sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekedar iseng.
7) Pertahankan Standar yang Tinggi tentang Tingkah Laku, Jangan Hanya Aturan. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa dinegosiasi atau ditawar-tawar.
8) Hindari Contoh Etika yang Tercela Setiap Saat. Etika Diawali dari Atasan. Atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya.
9) Ciptakan Budaya yang Menekankan Komunikasi Dua Arah. Komunikasi Dua Arah sangat penting yaitu untuk menginformasikasn barang atau jasa yang kita hasilkan dan untuk menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
10) Libatkan Karyawan dalam Mempertahankan Standar Etika. Para karyawan diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang bagaimana standar etika dipertahankan.
(Pandji, 2007)

Tanggung Jawab Perusahaan
Etika sangat berpengaruh pada tingkah laku individual. Tanggung jawab sosial yang mencoba menjembatani komitmen individu dan kelompok dalam suatu lingkungan sosial seperti pelanggan dan, perusahaan lain, karyawan dan investor (Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin, 2000).
Ada beberapa macam pertanggungjawaban perusahaan yaitu (Zimmerer, 2000 ) :
1) Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan. Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memperhatikan, melestarikan dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang mencemari lingkungan , berusahaan mendaur ulang limbah yang merusak lingkungan, menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat lingkungan sekitar.
2) Tanggung Jawab Terhadap Karyawan. Semua aktivitas manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan , pengupahan , pelatihan promosi dan kompensasi, kesemuanya dalam rangka tanggung jawab perusahaan terhdapa karyawan (Ronald J. Ebert, 2000). Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan cara (Zimmerer, 2000) :
- Dengarkan para karyawan dan hormati pendapat mereka.
- Minta input kepada karyawan.
- Berikan umpan balik negatif maupun positif.
- Ceritakan selalu kepada mereka tentang kepercayaan.
- Biarkan mereka mengetahui sebenar-benarnya apa yang mereka harapkan.
- Berilah hadiah kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
- Percaya kepada mereka.
3) Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan. Ada dua kategori tanggung jawab sosial (Ronald J. Ebert, 2000), yaitu :
a. Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas.
b. Memberikan harga produk dan jasa yang adil dan wajar.
Menurutnya pula, ada 4 hak pelanggan, yaitu :
a. Hak untuk mendapat produk yang aman.
b. Hak untuk mendapat informasi segala aspek produk.
c. Hak untuk didengar.
d. Hak untuk memilih apa –apa yang mereka beli.
Ada pula 5 hak-hak pelanggan yang harus dipenuhi (Zimmerer, 1996), yaitu :
a. Hak Keamanan. Barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan harus berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.
b. Hak Untuk Mengetahui. Konsumen berhak mengetahui barang dan jasa yang mereka beli termasuk perusahaan yang menghasilkan barang tersebut.
c. Hak Untuk Didengar. Komunikasi dua arah harus dibentuk, untuk menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan  untuk menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.
d. Hak Atas Pendidikan. Pelanggan berhak atas pendidikan misalnya pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk. Perusahaan harus menyediakan program pendidikan agar mereka tahu informasi barang dan jasa yang akan dibelinya.
e. Hak untuk Memilih. Hal terpenting dalam persaingan adalah hak untuk memlilih barang dan jasa yang mereka perlukan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang antitrust.
4) Tanggung Jawab Terhadap Investor. Tanggung jawab perusahaan terhadap investor adalah menyediakan pengembalian (return) investasi yang menarrik di antaranya dengan memaksimumkan laba. Selain itu, peusahaan juga bertanggungjawab untuk melaporkan kinerja keuangannya kepada investor seakurat dan setepat mungkin.
5) Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat. Perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan kesehatan dan menyediakan berbagai kontribusi terhadap masyarakat yang berada di lokasi tersebut.
(Pandji, 2007)

METODOLOGI PENELITIAN

 Objek Peneltian
 Objek Penelitian ini adalah usaha franchise FRUITZEE Es Potong Singapore yang berada di Jl. Taman Mini Raya Pinang Ranti, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13560, merupakan salah satu franchisee dari CV. FRUITZEE sebagai franchisor yang bergerak di bidang makanan yaitu es potong khas negeri Singapore dengan 16 pilihan rasa. Franchisee FRUITZEE Es Potong Singapore sudah tersebar di berbagai kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Bandung, Magelang, Palembang, Banjarmasin, Banjarbaru, Balikpapan, Pontianak, Samarinda, Padang dan Pekanbaru.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
 Adapun jenis data dalam penelitian  ini adalah data kualitatif dengan  analisis deskriptif, sedangkan jenis data menurut sumbernya adalah  data primer yang diperoleh secara  langsung dengan teknik wawancara dengan  franchisee FRUITZEE Es  Potong Singapore di Tamini  Square. 

PEMBAHASAN
 Penelitian ini menggunakan 4 dimensi untuk mengukur etika yang baik terutama antara pihak  franchisor dan franchisee selaku  internal stakeholders pada bisnis  franchise  FRUITZEE Es  Potong Singapore di Tamini Square. Dimensi yang dipakai   adalah Kejujuran (Honesty),  Ketetapan (Reliability), Loyalitas dan Disiplin. Masing- masing dimensi terdapat 5 kriteria  yaitu :
a. Pemesanan Produk
b. Harga Jual Produk
c. Pengiriman Produk’
d. Tata Cara Pembayaran
e. Retur Barang

Kemudian didalam masing-masing kriteria, penulis mengajukan 5 pertanyaan yang mengindikasi ke arah pengujian kebanaran dimensi yang sedang diteliti sehingga terdapat 100 pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang diajukan   Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Dimensi Kejujuran (Honesty)

Dimensi Kejujuran mempunyai komposisi penilaian sebanyak 25%. Di dalam dimensi ini terdapat 25 pertanyaan dari 5 kriteria yang diajukan untuk menguji kejujuran antara franchisee dan franchisor. Pertanyaan yang diajukan  terutama menekankan untuk menguji kesesuaian perkataan maupun perbuatan. Hasil yang didapat adalah 25 jawaban positif sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi Kejujuran (Honesty) teruji secara jelas antara franchisor dan franchisee di dalam bisnis ini. 

2. Dimensi Ketetapan (Reliability)

Sama halnya dengan dimensi sebelumnya, dimensi Ketetapan (Reliability)          mempunyai  komposisi penilaian sebanyak 25%. Di dalam dimensi ini terdapat 25 pertanyaan dari 5 kriteria yang diajukan untuk menguji ketetapan antara franchisee dan franchisor. Pertanyaan yang diajukan  di dalam dimensi ini terutama untuk menguji apakah perjanjian atau kesepakatan yang sudah mereka buat tersebut selalu tepat, baik menurut waktu, tempat maupun persyaratan Hasil yang didapat adalah 25 jawaban positif sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi Ketetapan (Reliability) teruji secara jelas antara franchisor dan franchisee di dalam bisnis ini. 

3. Dimensi Loyalitas 

Dimensi Loyalitas juga mempunyai komposisi penilaian sebanyak 25%. Di dalam dimensi ini juga terdapat 25 pertanyaan dari 5 kriteria yang diajukan untuk menguji tingkat loyalitas antara franchisee dan franchisor. Pertanyaan yang diajukan bertujuan menekankan kepada apakah perjanjian yang telah mereka sepakati tetap dijalankan oleh masing-masing pihak secara konsisten atau tidak. Hasil yang didapat adalah 25 jawaban positif sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi Loyalitas teruji secara jelas antara franchisor dan franchisee di dalam bisnis ini.

4. Dimensi Disiplin

Di dalam dimensi terakhir yaitu dimensi Disiplin, komposisi penilaian juga sebanyak 25%. Di dalam dimensi ini terdapat 25 pertanyaan dari 5 kriteria yang diajukan untuk menguji kedisiplinan antara franchisee dan franchisor.Pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk menekankan kepada  apakah kedua belah pihak melakukan prosedur, sistem, prosedur atau perjanjian yang telah mereka  sepakati dengan kesadaran sendiri tanpa harus disuruh. Hasil yang didapat adalah 25 jawaban positif sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi Disiplin teruji secara jelas antara franchisor dan franchisee di dalam bisnis ini.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1ojFhsVXUqsxUc6dGfI0X5VekXtjqjMpXA1GrIxHQO7LB_jQPaVRdRqZm6zyHDPyHcv3A_dp_48b6oWfsKhmh7zyBa9eWzfwOuk7DV1JYygKcENf-87x7QJ-IGLPUlSa51e9bwyFkqbSh/s1600/etika2.png



KESIMPULAN

       Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada bisnis franchise FRUITZEE Es Potong Singapore yang berada di Tamini Square melaksanakan sepenuhnya etika bisnis yang baik di antara pihak internal stakeholders yaitu pihak franchisor dan franchisee. Etika baik yang dapat terjadi antara kedua belah pihak terjadi karena adanya suatu kepercayaan yang dibangun sejak awal untuk menjalin kerjasama dan terus dijaga dengan menjalankan semua dimensi etika bisnis yang baik. 

  
SARAN

 Menjalankan etika yang baik untuk sebuah bisnis memang sangat dibutuhkan. Etika yang baik harus dijalankan tidak hanya dengan pihak internal (internal stakeholders), tetapi juga harus dengan pihak eksternal (external stakeholders) karena dengan dapat mempengaruhi keberlangsungan bisnis itu sendiri. Hasil penelitian di dalam jurnal ini menunjukkan bahwa etika bisnis yang dilakukan di antara pihak internal sudah dijalankan dengan baik, namun baru antara pihak franchise dan franchisee, ada baiknya untuk selalu memperhatikan dan ikut menjalankan etika bisnis yang baik dengan keseluruhan internal stakeholders yaitu investor, karyawan, manajemen dan juga diseimbangkan dengan menjalankan etika bisnis yang baik dengan pihak external stakeholders yaitu pelanggan, asosiasi pedagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum. Jika etika bisnis sudah dijalankan secara menyeluruh,bisnis akan cenderung bisa bertahan lebih lama.


DAFTAR PUSTAKA 
Mahmoedin, 1996, Etika Bisnis, Jakarta :  Pustaka Sinar Harapan.
Anoraga, Pandji, 2007, Pengantar Bisnis :  Pengelolaan Bisnis dalam Era Era  Globalisasi, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Bisnis,  Jakarta : Kencana Prenada Media  Group.
Rodhiyah, Etika Bisnis dan Keadilan   Konsumen.(Jurnal)
http://fruitzeeespotongsingapore.com/outlet/





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC1HXDGVQuNjfpcqtbxJxCfaGmapt2HME2zJ_p3HoZPdYE-nws4mtAFsGccUg4-tyeS7E3G7yR_fmDXsNNWvvW2eC9cEg9kxuU-JEy8IJdgNyTur2mw8dMbha103ijRn426jtIh_YElR4E/s1600/gunadarma.jpg
www.gunadarma.ac.id

sumber : https://risarah.blogspot.co.id/2014/10/jurnal-etika-bisnis-tugas-1.html

Selasa, 04 Oktober 2016

Pengertian Etika Bisnis dan Kendala Dalam Penerapannya

Pengertian Etika Bisnis dan Kendala Dalam Penerapannya

Pengertian Etika Bisnis dan Kendala Dalam Penerapannya
Kata etika, kerap disebut juga dengan kata etik atau etis, dalam bahasa Inggris biasa disebut ethics. Kata ini memiliki banyak pengertian, di antaranya akan dijelaskan pada ulasan berikut ini:

Etika dari segi etimologi (asal kata) berasal dari kata latin “Ethicos” yang artinya kebiasaan. Dengan demikian, etika dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan yang dikatakan baik oleh masyarakat.

Selanjutnya, pengertian ini lambat laun menjadi berkembang. Etika kemudian diartikan sebagai suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia yang dapat dinilai baik dan mana yang tidak baik.

Menurut Sumaryono (1995) etika berasal dari istilah Yunani ethos yang berarti adab istiadat atau kebiasaan yang baik.

Baca juga: Memberdayakan Pelanggan Dalam Strategi Marketing Bisnis Anda

Etika kemudian berkembang menjadi studi mengenai kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang dapat berbeda-beda, menggambarkan perangai manusia dalam kehidupannya secara umum.

Selain itu, etika berkembang pula menjadi studi mengenai kebenaran atau ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.

Berdasarkan perkembangan tersebut, etika bisa dibedakan lagi menjadi 2, yaitu etika moral dan etika perangai.

1. Etika Moral

Etika moral berhubungan dengan kebiasaan seseorang dalam berperilaku yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.

Contoh dari etika moral antara lain seperti berkata dan berbuat jujur, menghargai hak orang lain, menghormati orangtua dan guru, berlaku adil, dan lain-lain.

Kebebasan manusia dalam berkehendak mengarahkannya untuk melakukan perbuatan baik dan benar. Ketika pelanggaran etika moral dilakukan oleh manusia, berarti dia memang berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya ia sadar memang harus menerima hukuman.

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, salah satu dasar hukum positif yang dibuat oleh penguasa juga bersumber dari nilai moral.


2. Etika Perangai

Etika perangai merupakan adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan bermasyarakat di suatu daerah tertentu, pada waktu tertentu pula.

Pengakuan dan pemberlakuan etika perangai tersebut disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian terhadap perilaku.

Contoh etika perangai antara lain seperti berbusana tradisional, pergaulan pemuda, adat pernikahan, upacara adat, dan lain-lain.



Pengertian Etika Bisnis

Secara sederhana, etika bisnis adalah sejumlah cara untuk melakukan kegiatan bisnis cakupannya ialah seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri, dan juga masyarakat.

Etika bisnis mengarahkan agar bisnis dijalankan secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak tergantung pada kedudukan individu maupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis dalam sebuah perusahaan akan membentuk nilai, norma, dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.

Menurut Lozano (1996), etika bisnis adalah salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis.

Etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang secara khusus mempelajari pelaku bisnis dalam mengambil tindakan dalam menjalankan bisnisnya.

Dinyatakan oleh Epstein (1989) bahwa etika bisnis sebagai sebuah perspektif analisis etika di dalam bisnis yang menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja guna membatasi dan mengevaluasi berbagai tindakan individu, organisasi, juga terkadang seluruh masyarakat sosial.
Etika bisnis merupakan etika yang harus dimiliki seorang pelaku bisnis, baik ia adalah seorang pengusaha, manajer, karyawan, konsumen, maupun masyarakat.

Etika bisnis merupakan bagian dari produk pendidikan etika masa kecil, namun tetap dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Para pakar psikologi banyak yang berkeyakinan bahwa penanaman awal nilai-nilai moral, kedisiplinan, dan etika yang dilakukan pada masa kecil akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi atau hati nurani seseorang ketika ia telah beranjak dewasa (Faisal Afiff).

Lingkungan bisnis bisa saja merontokkan etika individu, begitu pula sebaliknya etika individu dapat mempengaruhi lingkungan bisnis, tergantung mana yang lebih dominan.

Etika bisnis pun menjadi kian disorot oleh masyarakat dan para pengamat, ketika terjadi krisis multi dimensional dalam beberapa tahun terakhir.

Tuntutan masyarakat akan tolak ukur etika jadi meningkat sehingga meningkatkan pula pengungkapan dan publikasi, kepedulian publik, regulasi pemerintah, serta kesadaran CEO terhadap etika dan profesionalisme bisnis.

Etika bisnis menjadi tuntutan harkat etis manusia dan tidak dapat ditunda hanya untuk membenarkan tindakan dan sikap tidak adil, tidak jujur maupun tidak bermoral.


Permasalahan dalam Penerapan Etika Bisnis

Terkadang ada sebuah pertanyaan yang senantiasa mengganggu benak kita, apakah etika dan bisnis adalah dua dunia yang berlainan?

Sering terjadi di sekitar kita ada perusahaan yang kurang memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaannya.

Bahkan, ketika dampak lingkungan tersebut sudah terjadi dan meluas, perusahaan tersebut malah terkesan lebih mementingkan penyelamatan aset-asetnya, ketimbang memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terlanjur terjadi.

Ada pula perusahaan yang menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam produknya yang ketika diteliti ternyata mengandung zat yang dapat merusak kesehatan.

Meski pada akhirnya perusahaan tersebut melakukan permintaan maaf dan menarik semua produknya dari pasaran.

Tapi bagaimana dengan penanganan terhadap konsumen yang telah terlanjur memakai produk tersebut.

Mungkin sekarang ini si konsumen memang tidak merasakan dampaknya secara langsung, tapi bagaimana ketika 10 atau 20 tahun kemudian kesehatan si konsumen mulai terganggu, apakah pelaku bisnis tetap akan bertanggung jawab?

Masih lekat pula di benak kita penggunaan bahan pengawet berbahaya yang disebut formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut, serta ada juga pelaku bisnis yang membuat terasi dengan bahan-bahan yang sudah busuk dan tumbuh belatung.

Dari kasus-kasus tersebut, kita dapat melihat bagaimana seorang pelaku bisnis bersedia melakukan apa saja demi mendapatkan laba sebesar-besarnya.

Memang kita sama-sama mengakui, bahwa kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan yang maksimal untuk shareholders.

Hal ini mungkin menyebabkan pelaku bisnis menjadi terlalu fokus pada peningkatan kentungan sehingga mereka berpikiran pendek dan menghalalkan segala cara.

Ketatnya persaingan seringkali menjadi faktor pemicu diabaikannya etika dalam berbisnis oleh perusahaan.

Padahal, belakangan ini beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya keterkaitan yang sinergis antara etika dan laba.

Menurut mereka, di era persaingan yang kian ketat ini, justru reputasi baik adalah suatu competitive advantage yang akan sulit ditiru oleh pesaing.

Doug Lennick dan Fred Kiel, penulis buku Moral Intelligence, berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh orang yang menerapkan standar etika dan moral tinggi telah terbukti lebih sukses dalam jangka panjang.

Miliuner Jon M Huntsman, dalam bukunya yang berjudul Winners Never Cheat, menyebutkan bahwa kunci utama kesuksesan ialah reputasi, pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain akan menjadi pemenang dalam bisnis.

Cara pandang lama yang menganggap bahwa etika dan bisnis berasal dari dua dunia yang berbeda harus mulai disingkirkan dalam benak kita.

Beretika dalam bisnis memang tidak akan memberi keuntungan yang bisa segera kita dapatkan, namun keuntungan tersebut akan menjadi lebih besar di masa depan dan akan mampu bertahan dalam jangka panjang.

Peran serta masyarakat terutama melalui pemerintah ataupun badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen-konsumen kritis merupakan hal yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan kesadaran dalam etika bisnis.

Sumber:
http://kadekpariandani.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-serta-aplikasi-etika-bisnis.html

ETIKA DALAM BISNIS


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
Melindungi prinsip kebebasan berniaga
Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya  termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :
Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
Memperkuat sistem pengawasan
Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

contoh perusahaan yang sudah menerapkan etika dalam berbisnis adalah 
 perusahaan minuman aqua 
cocacola
pt telkom